Kamu memang tak seindah dulu. Bagaimana caranya untuk
kembali, kamu tak akan sama seperti dulu. Banyak hal misterius yang hilang dari
dirimu. Tawa, senyum, serta dingin yang menjadi suatu hal yang menonjol dari
dalam dirimu pun hilang entah kemana.
Aku tak tahu apa penyebabnya. Selera hidupmu seakan hilang
dalam gelapnya dilema yang menyerang. Apa semua itu karena cinta?. Pengalaman
demi pengalaman kau tempuh dengan pijakan semangat yang teguh. Tapi kehendak
berkata lain. Kau terpuruk di dalam keindahan yang tak dapat di ungkapkan. Kau
jatuh dalam keanggunan yang melelehkan seisi hasrat.
Bagaikan pepatah ‘menjilat ludah sendiri’ adalah ungkapan
sindiran dalam benakku. Banyak hal yang menghantuiku untuk menjauh. Seakan
mendorongku untuk sirna dalam dunia ini. Kau memang telah merusakku. Bukan
rusak dalam keburukan. Tapi rusak dalam mempercayai kepercayaan yang tidak
sengaja kau berikan untukku.
Seperti angin memang hal itu hinggap di fikiranku. Dan tidak
akan seperti angin untuk memusnahkan namamu di kehidupanku. Rindu. Ya, rindu
memang selalu hadir dimana aku mengingat akan kepercayaanmu yang sengaja tak
kubuang dalam benakku. Rindu akan matamu yang selalu memicingkan harapan
kehadiran cinta yang sempurna.
Apakah itu semua hanya pelajaran yang kau berikan untukku?
Untuk kupelajari lebih dalam apa arti harapan yang sesungguhnya? Sedalam apakah
cinta yang sebenarnya? Seperti apa mencintai dan dicintai?
Aku memang tidak berpengalaman. Aku memang belum pernah
merasakan dicintai sesempurna cinta yang kau punya. Tapi apa salahku mengatakan
cinta putih ini untukmu? Apa salahku ingin memilikimu seutuhnya? Apa menurutmu
aku seorang pemimpi? Atau bahkan kau memberi pendapat bahwa aku jatuh dalam
mimpi burukku?
Tidak. Aku sadar. Ini aku. Dan ini mauku. Walau sebesar
badai yang datang. Separah angin topan menerjang. Aku akan tetap mencintaimu.
Aku tetap menyayangimu. Dan aku tetap ingin memilikimu.
No comments:
Post a Comment